Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral https://jgsm.geologi.esdm.go.id/index.php/JGSM <p><strong>Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral (Journal of Geology and Mineral Resources)</strong> is an Indonesian scientific journal published by the Center for Geological Survey, Geological Agency, Ministry of Energy and Mineral Resources. The journal receives Indonesian or English articles. Those articles are selected and reviewed by our professional editors and peer reviewers.</p> <p>JGSM has been assigned as an Accredited Scientific Periodical Magazine by the Indonesian Institute of Sciences (LIPI) No. 596/Akred/P2MI-LIPI/03/2015 in 2015, followed by Kementerian Riset dan Teknologi / Badan Riset dan Inovasi Nasional No. 200/M/KPT/2020 in 2020. The journal is indexed in <a title="portal_garuda_IPI" href="http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&amp;mod=viewjournal&amp;journal=10104" target="_blank" rel="noopener">Indonesian Publication Index (IPI)</a>, <a title="isjd" href="http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/public_no_login/index_direktori" target="_blank" rel="noopener">Indonesian Scientific Journal Database (ISJD)</a>, <a href="http://dx.doi.org/10.33332">Digital Object Identifier (DOI)</a> and <a title="google_scholar" href="https://scholar.google.co.id/citations?user=nXMHIYUAAAAJ&amp;hl=en" target="_blank" rel="noopener">Google Scholar</a>, the contents are freely available in electronic version. JGSM is published quarterly in February, May, August, and November.</p> <p><a title="issn" href="http://issn.pdii.lipi.go.id/issn.cgi?daftar&amp;1402376294&amp;1&amp;&amp;" target="_blank" rel="noopener"><strong>ISSN : 0853-9634 (print)</strong></a></p> <p><a title="eissn" href="http://issn.pdii.lipi.go.id/issn.cgi?daftar&amp;1485227549&amp;1&amp;&amp;" target="_blank" rel="noopener"><strong>e-ISSN : 2549-4759 (online)</strong></a></p> <p><strong><em><strong>DOI Prefix: </strong></em><a title="JGSM" href="https://doi.org/10.33332">https://doi.org/10.33332</a><br /></strong></p> en-US <p>Authors who publish articles in <strong>Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral (JGSM.Geologi)</strong> agree to the following terms:</p><ol><li>Authors retain copyright of the article and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a <strong>CC-BY-NC</strong> or <strong>The Creative Commons Attribution–ShareAlike License.</strong></li><li>Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgment of its initial publication in this journal.</li><li>Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See <a href="http://opcit.eprints.org/oacitation-biblio.html" target="_blank">The Effect of Open Access</a>)</li></ol> redaksipsg@gmail.com (Sekretariat Redaksi Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral) redaksipsg@gmail.com (Yudhistiro Cahyadhi) Sun, 05 May 2024 23:48:55 +0000 OJS 3.3.0.13 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 Paragenesis Mineral Bijih pada Endapan Epitermal Sulfidasi Tinggi Area Gunung Budheg, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur https://jgsm.geologi.esdm.go.id/index.php/JGSM/article/view/772 <p>Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui paragenesis mineral yang membentuk endapan epitermal sulfidasi tinggi. Lokasi penelitian terletak di daerah Gunung Budheg, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur. Metode penelitian yang digunakan antara lain: pengamatan megaskopis pada sampel batuan setangan <em>(hand specimen)</em> dan sampel <em>slab</em>, pengamatan mikroskopi bijih, dan geokimia (<em>FA-AAS</em>). Endapan epitermal sulfidasi tinggi pada area ini dicirikan dengan adanya tekstur <em>vuggy</em> pada zona silisifikasi yang terisi oleh mineral-mineral sulfida dengan tahap paragenesis: tetrahedrit, pirit, kalkopirit, bornit, dan galena, serta kovelit yang terbentuk pada tahap akhir sebagai hasil oksidasi yang berasosisasi dengan hematit. Hasil geokimia pada area ini menunjukkan kadar logam: Au berkisar antara 0,03—2,45 ppm, Ag &lt;0,5—19 ppm, Cu 19—148 ppm, Pb &lt;5—1.520 ppm, dan Zn &lt;5—520 ppm.</p> <p><strong>Kata kunci: </strong>epitermal sulfidasi tinggi, paragenesis mineral, Gunung Budheg, Tulungagung</p> Septyo Uji Pratomo Copyright (c) 2024 Septyo Uji Pratomo http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 https://jgsm.geologi.esdm.go.id/index.php/JGSM/article/view/772 Mon, 06 May 2024 00:00:00 +0000 Analisis Ancaman Banjir Kota Sorong, Papua Barat https://jgsm.geologi.esdm.go.id/index.php/JGSM/article/view/783 <p>Bencana banjir di Kota Sorong merupakan luapan banjir dari Sub DAS Malanu dan Sub DAS Bateng Kali Empat yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah curah hujan yang tinggi, meningkatnya subsidence tanah, dan menurunnya area genangan dikarenakan oleh peningkatan jumlah pemukiman tetapi berkurangnya sistem drainase sehingga memperburuk kondisi hidrologi. Penerapan Sistem Informasi Geografis (SIG) dianggap sangat penting dalam pemetaan bencana banjir karena berfungsi sebagai penilaian risiko dan berfungsi sebagai data dasar dalam pengurangan risiko sebelum bencana (pre-disaster). Tujuan penelitian ini adalah memetakan zonasi distribusi bahaya banjir dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan penilaian bahaya banjir dasar bagi pengambil keputusan dan pejabat daerah untuk menetapkan langkah-langkah mitigasi. Penelitian ini memakai penilaian kuantitatif yang berisi tentang perolehan bobot setiap parameter dari persepsi pakar atau informasi yang dianggap ahli serta dilakukan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil analisis spasial tersebut akan dilakukan uji validasi melalui accuration assessment untuk membandingkan data kejadian banjir aktual beberapa tahun terakhir yang diperoleh dari beberapa instansi pemerintah, masyarakat dan observasi di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas wilayah banjir tinggi adalah 5373,05 hektar, terhitung 15% dari total luas. Distrik Sorong Timur, Sorong Barat, Sorong Manoi, dan Sorong Utara berada di tingkat resiko tinggi bahaya banjir. Hasil pemodelan spasial menunjukkan bahwa Kota Sorong bagian barat rentan terhadap banjir yang terutama disebabkan oleh bentuk lahan dengan skor tertinggi dari hasil AHP. Namun, bobot faktor kepentingan relatif harus dimodifikasi secara fleksibel, karena tidak semua parameter dapat diterapkan ke beberapa wilayah.</p> <p>Kata kunci: Kota Sorong, Analytic Hierarchy Process, Ancaman Banjir</p> David Victor Mamengko, Fajar K Rohmala Copyright (c) 2024 David Victor Mamengko, Fajar K Rohmala http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 https://jgsm.geologi.esdm.go.id/index.php/JGSM/article/view/783 Tue, 07 May 2024 00:00:00 +0000 Analisis Geokimia Batuan Induk dan Sejarah Pemendaman Cekungan Sumatera Tengah Daerah Indragiri Hulu dan Pelalawan, Provinsi Riau https://jgsm.geologi.esdm.go.id/index.php/JGSM/article/view/854 <p>Cekungan Sumatera Tengah merupakan cekungan belakang busur yang terbentuk akibat subduksi Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia dan diketahui sebagai cekungan penghasil hidrokarbon di kawasan barat Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik geokimia batuan induk Formasi Kelesa dan Formasi Lakat, serta kematangannya berdasarkan kurva sejarah pemendaman. Data yang digunakan dalam analisis karakteristik geokimia batuan induk meliputi total organic carbon dan rock eval pyrolysis. Metode yang digunakan dalam analisis sejarah pemendaman adalah metode Sweeney Burnham. Batuan induk Formasi Kelesa memiliki kuantitas material organik buruk hingga cukup, dan batuan induk Formasi Lakat memiliki kuantitas material organik yang buruk hingga baik. Tipe kerogen yang terbentuk adalah tipe II/III dan III pada Formasi Kelesa; tipe kerogen pada Formasi Lakat yaitu II/III, III, dan IV yang akan menghasilkan minyak/gas, gas, dan tidak menghasilkan minyak maupun gas. Kurva sejarah pemendaman manunjukkan batuan induk pada sumur Agha-1 belum mencapai kematangan, batuan induk pada sumur Rabung-1 juga belum matang, sedangkan batuan induk Formasi Kelesa pada sumur Talau-1 telah mencapai kematangan awal di kedalaman 1.833 m pada 1,43 jtl dan puncak matang di kedalaman 1.896 m pada 0,45 jtl, dan pada Formasi Lakat telah matang awal di kedalaman 1.747 m pada 0,94 jtl.</p> <p>Katakunci: Batuan induk, Cekungan Sumatera,Tengah Formasi Kelesa, Formasi Lakat geokimia,sejarah pemendaman, .</p> Munafatin, Eko Bayu Purwasatriya, Akhmad Khahlil Gibran, Moh. Heri Hermiyanto Zajuli Copyright (c) 2024 Munafatin, Eko Bayu Purwasatriya, Akhmad Khahlil Gibran, Moh. Heri Hermiyanto Zajuli http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 https://jgsm.geologi.esdm.go.id/index.php/JGSM/article/view/854 Wed, 08 May 2024 00:00:00 +0000 Studi paragenesis serpentin pada batuan utramafik Kompleks Ofiolit Daerah Baula dan Pomalaa, Sulawesi Tenggara https://jgsm.geologi.esdm.go.id/index.php/JGSM/article/view/761 <p><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Serpentinisasi merupakan proses hidrasi pada batuan ultramafik yang mengubah komposisi mineral primer. </span><span style="vertical-align: inherit;">Pembentukan mineral serpentin pada batuan ultramafik dapat menunjukkan proses pengalihtempatan dan karakteristik profil nikel laterit yang dapat dihasilkan. </span><span style="vertical-align: inherit;">Studi paragenesis mineral serpentin telah dilakukan pada batuan ultramafik kompleks ofiolit daerah baula – pomalaa. </span><span style="vertical-align: inherit;">Studi paragenesis mencakup kebutuhan jenis mineral serpentin dan asosiasi mineral ubahan lain yang hadir. </span><span style="vertical-align: inherit;">Tekstur dan struktur khas pada serpentin juga dianalisis menggunakan analisis petrografi pada 10 sampel sayatan tipis. </span><span style="vertical-align: inherit;">Daerah penelitian tersusun atas harzburgite dan lherzolite terserpentinisasi dengan kandungan serpentin berkisar antara 22%-62%. </span><span style="vertical-align: inherit;">Serpentin yang hadir berupa lizardit, antigorite, dan krisotil bersama mineral ubahan lain seperti talk, klorit, magnesit, </span><span style="vertical-align: inherit;">dan hematit. </span><span style="vertical-align: inherit;">Tekstur pseudomorph dan mesh rim pada olivine menunjukkan ciri serpentinisasi bertemperatur tinggi diikuti tekstur bastit pada ortopiroksen. </span><span style="vertical-align: inherit;">Hadirnya berbagai tipe serpentin vena yang didominasi oleh krisotil dan magnesit disertai struktur tikungan ketegaran menunjukkan proses serpentinisasi terbentuk oleh pengaruh deformasi. </span><span style="vertical-align: inherit;">Kehadiran hematit, magnesit, dan granular lizardit disertai kehadiran vein tipe 3 menunjukkan proses awal pelapukan ultramafik. </span><span style="vertical-align: inherit;">Pada sayatan juga menunjukkan subproses hidrasi dan rekristalisasi serpentin yang menunjukkan tipe serpentinisasi retrograde. </span><span style="vertical-align: inherit;">Kehadiran tipe mineral serpentin, tekstur, struktur, dan tipe berbagai vein serpentin dapat digunakan untuk interpretasi paragenesis dan derajat serpentinisasi pada batuan ultramafik di daerah penelitian. </span><span style="vertical-align: inherit;">Tekstur pseudomorph dan mesh rim pada olivine menunjukkan ciri serpentinisasi bertemperatur tinggi diikuti tekstur bastit pada ortopiroksen. </span><span style="vertical-align: inherit;">Hadirnya berbagai tipe serpentin vena yang didominasi oleh krisotil dan magnesit disertai struktur tikungan ketegaran menunjukkan proses serpentinisasi terbentuk oleh pengaruh deformasi. </span><span style="vertical-align: inherit;">Kehadiran hematit, magnesit, dan granular lizardit disertai kehadiran vein tipe 3 menunjukkan proses awal pelapukan ultramafik. </span><span style="vertical-align: inherit;">Pada sayatan juga menunjukkan subproses hidrasi dan rekristalisasi serpentin yang menunjukkan tipe serpentinisasi retrograde. </span><span style="vertical-align: inherit;">Kehadiran tipe mineral serpentin, tekstur, struktur, dan tipe berbagai vein serpentin dapat digunakan untuk interpretasi paragenesis dan derajat serpentinisasi pada batuan ultramafik di daerah penelitian. </span><span style="vertical-align: inherit;">Tekstur pseudomorph dan mesh rim pada olivine menunjukkan ciri serpentinisasi bertemperatur tinggi diikuti tekstur bastit pada ortopiroksen. </span><span style="vertical-align: inherit;">Hadirnya berbagai tipe serpentin vena yang didominasi oleh krisotil dan magnesit disertai struktur tikungan ketegaran menunjukkan proses serpentinisasi terbentuk oleh pengaruh deformasi. </span><span style="vertical-align: inherit;">Kehadiran hematit, magnesit, dan granular lizardit disertai kehadiran vein tipe 3 menunjukkan proses awal pelapukan ultramafik. </span><span style="vertical-align: inherit;">Pada sayatan juga menunjukkan subproses hidrasi dan rekristalisasi serpentin yang menunjukkan tipe serpentinisasi retrograde. </span><span style="vertical-align: inherit;">Kehadiran tipe mineral serpentin, tekstur, struktur, dan tipe berbagai vein serpentin dapat digunakan untuk interpretasi paragenesis dan derajat serpentinisasi pada batuan ultramafik di daerah penelitian. </span><span style="vertical-align: inherit;">Hadirnya berbagai tipe serpentin vena yang didominasi oleh krisotil dan magnesit disertai struktur tikungan ketegaran menunjukkan proses serpentinisasi terbentuk oleh pengaruh deformasi. </span><span style="vertical-align: inherit;">Kehadiran hematit, magnesit, dan granular lizardit disertai kehadiran vein tipe 3 menunjukkan proses awal pelapukan ultramafik. </span><span style="vertical-align: inherit;">Pada sayatan juga menunjukkan subproses hidrasi dan rekristalisasi serpentin yang menunjukkan tipe serpentinisasi retrograde. </span><span style="vertical-align: inherit;">Kehadiran tipe mineral serpentin, tekstur, struktur, dan tipe berbagai vein serpentin dapat digunakan untuk interpretasi paragenesis dan derajat serpentinisasi pada batuan ultramafik di daerah penelitian. </span><span style="vertical-align: inherit;">Hadirnya berbagai tipe serpentin vena yang didominasi oleh krisotil dan magnesit disertai struktur tikungan ketegaran menunjukkan proses serpentinisasi terbentuk oleh pengaruh deformasi. </span><span style="vertical-align: inherit;">Kehadiran hematit, magnesit, dan granular lizardit disertai kehadiran vein tipe 3 menunjukkan proses awal pelapukan ultramafik. </span><span style="vertical-align: inherit;">Pada sayatan juga menunjukkan subproses hidrasi dan rekristalisasi serpentin yang menunjukkan tipe serpentinisasi retrograde. </span><span style="vertical-align: inherit;">Kehadiran tipe mineral serpentin, tekstur, struktur, dan tipe berbagai vein serpentin dapat digunakan untuk interpretasi paragenesis dan derajat serpentinisasi pada batuan ultramafik di daerah penelitian. </span><span style="vertical-align: inherit;">dan granular lizardit disertai kehadiran vein tipe 3 menunjukkan proses awal pelapukan ultramafik. </span><span style="vertical-align: inherit;">Pada sayatan juga menunjukkan subproses hidrasi dan rekristalisasi serpentin yang menunjukkan tipe serpentinisasi retrograde. </span><span style="vertical-align: inherit;">Kehadiran tipe mineral serpentin, tekstur, struktur, dan tipe berbagai vein serpentin dapat digunakan untuk interpretasi paragenesis dan derajat serpentinisasi pada batuan ultramafik di daerah penelitian. </span><span style="vertical-align: inherit;">dan granular lizardit disertai kehadiran vein tipe 3 menunjukkan proses awal pelapukan ultramafik. </span><span style="vertical-align: inherit;">Pada sayatan juga menunjukkan subproses hidrasi dan rekristalisasi serpentin yang menunjukkan tipe serpentinisasi retrograde. </span><span style="vertical-align: inherit;">Kehadiran tipe mineral serpentin, tekstur, struktur, dan tipe berbagai vein serpentin dapat digunakan untuk interpretasi paragenesis dan derajat serpentinisasi pada batuan ultramafik di daerah penelitian.</span></span></p> <p><strong><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;">Kata Kunci</span></span></strong><span style="vertical-align: inherit;"><span style="vertical-align: inherit;"> : Serpentinisasi, lerzolit, granular lizardit, ultramafik, retrograde, Kolaka</span></span></p> <p>&nbsp;</p> Masri, Rio Irhan Mais Cendra Jaya, Laode Ihksan Juarsan, Syamsul Razak Haraty, Reza Pramadana, Hasria Copyright (c) 2024 Masri Razak, Rio Irhan Mais Cendra Jaya, Laode Ihksan Juarsan, Syamsul Razak Haraty, Reza Pramadana, Hasria http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 https://jgsm.geologi.esdm.go.id/index.php/JGSM/article/view/761 Mon, 13 May 2024 00:00:00 +0000 Ciri Petrologi dan Geokimia Batuan Terobosan Gunung Sepikul, Trenggalek, Jawa Timur https://jgsm.geologi.esdm.go.id/index.php/JGSM/article/view/742 <p>Gunung Sepikul di bagian selatan Jawa Timur berkaitan dengan proses magmatisme yang berumur Miosen. Maksud penelitian ini untuk mengetahui karakteristik petrologi dan geokimia batuan beku Gunung Sepikul. Tujuannya mengungkapkan gambaran tektonik dan melengkapi data petrologi lajur magmatisme Jawa bagian selatan. Singkapannya berupa stock terdiri atas diorit dan granodiorit. Percontoh batuan dianalisis menggunakan metode petrografi, XRF dan ICP-MS. Data lapangan dan hasil analisa laboratorium berupa komposisi mineral serta geokimia batuan dapat menunjukkan proses magmatisme batuan Gunung Sepikul. Batuan diorit berwarna kelabu, tekstur inequigranular terdiri atas mineral plagioklas, kuarsa, piroksen, hornblenda dan mineral opak. Batuan granodiorit berwarna kelabu cerah, tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas, hornblenda, kuarsa dan mineral opak pada masadasar feldspar dan kuarsa. Berdasarkan analisa geokimia, batuan terobosan ini berafinitas magma Medium-low K series yang berhubungan dengan magmatisme di lingkungan tektonik orogenic.</p> <p>Kata Kunci: terobosan, stock, diorit, granodiorit, magmatisme</p> Rum Yuniarni Copyright (c) 2024 Rum Yuniarni http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 https://jgsm.geologi.esdm.go.id/index.php/JGSM/article/view/742 Tue, 21 May 2024 00:00:00 +0000 Estimasi Potensi Panas Bumi Daerah Seram Bagian Barat dan Pulau-Pulau Sekitar, Provinsi Maluku Berdasarkan Data Gaya Berat dan Aeromagnetik https://jgsm.geologi.esdm.go.id/index.php/JGSM/article/view/755 <p>Penelitian ini difokuskan pada estimasi kedalaman titik Curie (Curie Point Depth/CPD) dan pemodelan kedepan (forward modelling) menggunakan data aeromagnet dan gaya berat residual Pulau Seram Bagian barat dan pulau sekitar (Ambon, Haruku, Saparua, Nusalaut, Kelang, Boano, dan Manipa) untuk mengetahui potensi panas bumi. Penelitian dimulai dengan delineasi struktur bawah permukaan menggunakan metode total horizontal gradien data aeromagnet. Tahap selanjutnya yaitu pembuatan peta estimasi CPD menggunakan metode analisis spektral data aeromagnet resolusi tinggi yang di reduksi ke kutub (RTP) dan dibagi menjadi 30 blok area berukuran 50 x 50 km untuk memperkirakan kedalaman sumber panas. Peta CPD yang dihasilkan selanjutnya digunakan untuk menghitung gradien geotermal dan aliran panas. Proses selanjutnya yaitu pemodelan kedepan (forward modeling) menggunakan data gaya berat residual dan total intensitas magnet untuk mempelajari struktur bawah permukaan. Estimasi CPD menghasilkan nilai berkisar 18 – 59.4 km, gradien geotermal berkisar 11.8 - 26 ˚c/km, dan aliran panas berkisar 29 – 64 mW/m2. Nilai CPD dangkal terletak di Pulau Ambon, Haruku, dan Saparua, sedangkan nilai terdalam terdapat pada Pulau Seram bagian tengah. Sebaran kedalaman CPD dan kelurusan struktur jika dikaitkan dengan data titik panas bumi menunjukkan keselarasan, kecuali di Pulau Seram yang berada pada CPD bernilai besar. Kemungkinan terdapat dua tipe potensi panas bumi daerah penelitian yaitu terkait vulkanisme (volcanic-hosted) di Pulau Ambon, Haruku, Saparua; dan terkait sesar (fault-hosted) seperti di Pulau Seram (Tehoru dan Banda Baru). Potensi panas bumi berikutnya berdasarkan CPD dan kelurusan struktur tersebar di Pulau Seram (Asilulu, Kairatu, Taniwel), Haruku dan Saparua yang perlu untuk diteliti lebih lanjut.</p> <p>Kata kunci: data aeromagnet, gayaberat, kedalaman titik Curie, total horizontal gradien, panas bumi. </p> Siti Mutiah, Wawan Gunawan, A.K, Afnimar, Aji Suteja, Santia Ardi M Copyright (c) 2024 Siti Mutiah, Wawan Gunawan, A.K, Afnimar, Aji Suteja, Santia Ardi M http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 https://jgsm.geologi.esdm.go.id/index.php/JGSM/article/view/755 Tue, 28 May 2024 00:00:00 +0000